Tahun 2019 merupakan momentum politik yang memerlukan generasi mienials yang cakap media, tanggap kreatif dan edukatif.
Generasi milenials menjadi sasaran empuk bagi politisi-politisi yang ingin mengajukan diri sebagai anggota dewan karena idealisme pemuda yang mudah sekali dipengaruhi pada keberpihakan.
Dengan peran generasi milenials sebagai pemilih yang memiliki potensi sumbangsih terhadap suara hasil pemilih yang cukup besar maka posisi generasi milenials sangat strategis untuk menjadi objek sasaran pemungutan suara.
Beberapa tahun belakangan ini semakin banyak politisi yang mulai menyadari betapa pentingnya pemanfaatan media sosial sebagai salahsatu cara agar mendapat kemenangan dalam pemilu.
RRI mengadirkan radio program kampus bicara, dengan judul Berburu Pemilih Milenials.
Disiarkan langsung di Kampus Universitas Ibn Khaldun Bogor kamis 25 Oktober 2018, mulai Pukul 10.00- 12.00 wib, secara live di Pro1 102 Fm dan Pro2 106.8 Fm.
Bersama Moderator Maulana Isnarto menghadirkan beberapa narasumber, anatar lain Ketua KPU Kota Bogor Undang Suryatna, Bupati Bogor Terpilih Ibu Ade Yasin, Rektor UIKA Bogor - Dr. H.E. Bahruddin, M.Ag, Rektor UNB - Yunus Arifin, Dekan Fisip UNIDA - Deni Hermawan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan - Muhammad Mihradi, serta para mahasiswa dari 3 kampus, UIKA Bogor, Universitas Nusa Bangsa, dan Universitas Djuanda Bogor.
Menurut Undang Suryatna , Pemilu 2019 merupakan pemilu yang era dan aturannya berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Jumlah pemilih di Jawa Barat yang jumlahnya sekitar 32 Juta dimana Kota Bogor ada didalamnya memegang peranan penting bagi demokrasi di Indonesia, walau di Kota Bogor tidak sebanyak pemilih Kabupaten Bogor yang berkisar 3 juta pemilih, jika berpicara meraup suara milenial, Bogor adalah kota yang cukup tinggi generasi mudanya bahkan jika prosentase tingkat Nasional ada dikisaran 40an% mungkin di Kota Bogor lebih tinggi lagi. sebagai contoh jika ciri generasi milenials adalah pengguna media sosial, maka pengguna media sOsal di bogor bisa mencapai 70%, Oleh karenanya KPUD kota Bogor telah membuat program kerja yang menyesuaikan dengan memanfaatkan media sosial.
Sementara menurut Ade yasin, sebagai praktisi politik, memang perlu pendekatan yang berbeda dalam menghadapi generasi ini, terbukti di pilkada 2018 kemarin, saya mencalonkan diri sebagai calon bupati dan Alhamdullilah terpilih, salalahsatu program saya ya mendekati generasi ini, cara pendekatannya sebenarnya mudah, asal kita tau karakteristik mereka insyaAllah mereka mudah diajak, mereka lebih suka dijadikan partner dibandingkan objek kampanye, maka pendekatan kemereka lebih ke partisipasi dalam satu kegiatan, mereka lebih suka berekspresi mengutarakan pendapat, maka kita yang mendengarkan, apa keinginan apa gagasan mereka. Jadi pendekatan ke generasi maka kita jangan kebanyakan ngomong, yang efektif justru kita yang mendengarkan.
Ade yang juga alumni UIKA Bogor itu menambahkan, datangilah kekomunitas-komunitasnya, mereka justu lebih mendengar dan percaya teman dari pada orang tua apalagi kita, meurutnya generasi sekarang tidak akan bisa didekati dengan pendekatan personal, tapi lebih ke pendekatan gerakan, aksi sosial dan fun campaign. Sebagai politisi kita harus bisa merubah cara lama berkampanye, jika ingin meraup suara mereka.
Hampir sama Menurut Muhammad Mihradi, paradigma dan prespektif politisi dalam pemilu saat ini harus mulai berubah, yang biasanya pemilih dijadikan objek, saat ini harus dirubah, jadikan mereka partner yang dilibatkan dalam segala hal, kemudian jika kita berdemokrasi hanya dari pemilu ke pemilu maka berbagai teori demoktrasi menyampaikan bahwa kampanye yang strategis itu adalah kampanye yang dimulai saat setelah dari bilik suara, terpilih kemudian setelah itu selanjutnya sampai ke TPS lagi itu merupakan waktunya kampanye, kampanye dengan apa, kampanye dengan program dan karya-karya nyata sang politisi yang akan mengantarkan dia terpilih dan mendapatkan mandat rakyat kembali.
Kemudian jika berbicara pendekatan kegenerasi ini, dimana politisi punya gap usia dan bahasa komunikasi, sang politisi harus mampuh merubah gaya komunikasi ke komunikasi yang digunakan di generasi milenials, agar apa yang ingin disampaikan memang mengena ke mereka. mihradi pun menyampaikan, tantangan yang lebih besar sesungguhnya untuk partai politik bukan lagi hanya keterpilihan, melainkan kaderisasi yang bisa kita lihat disemua partai saat ini aga menghawatirkan.
Menyambung pemaparan mihradi Deni Hermawan, sependapat tentang kehawatiran tentang kaderisasi parpol, ia memberikan tips kepada kalangan parpol dalam rekruitment kader, bukan hanya menunggu bola menunggu mereka untuk daftar ke partai politik, tapi buatkah gerakan menjemput bola mengajak mereka masuk kepartai politik lewat gerakan-gerakan anak muda yang mereka minati.
sementara Yunus Arifin, lebih membahas terkait ciri dan karakter generasi milenials dalam berpolitik, ia menyampaikan menurut surpey setidaknya generasi ini memiliki 9 penciri diantaranya, 1 generasi yang ketergantungan internet, dimana semua aspek mereka akan sangat memanfaatkan internet, begitu juga pandangan politik, 2 dompet yang tipis serta gagget yang canggih, 3 mudah berpaling, 4 memerlukan kecetan kerja yang cerdas, 5 muti tasking, 6 maunya melakukan kegiatan yang asik-asik, 7 suka berbagi 8 tak mau yang kau dan ribet 9 instan.
lain lagi dengan Yunus, E. Bahruddin justru lebih mengkritisi dan mempertanyakan terkait pendidikan politik yang didapat oleh generasi milenials, jika berbicara milenials itu objek potensial meraup suara, maka pertanyaan saya, sudah sejauh mana generasi ini mendapatkan pendidikan politik yang baik, dan siapa yang berperan dalam hal ini, nampaknya partai politik bertanggungjawab untuk mendidikn mereka, jangan cuma hanya ingin memanenya saja, hanya tau mereka harus memilih namun tidak mememberikan pendidikan politik yang baik, akhirnya kita menilai bahwa generasi ini adalah generasi yang galau dalam pilihannya, wajar karena kita tidak mengajarkan kepada mereka terkait bagaimana cara mengambil keputusan politik yang baik, karena sebenarnya inti dari berpolitik ini adalah kita hanya ingin memilih pemimpin yang terbaik dari para pemimpin yang baik. tutupnya
acar di lanjutkan dengan tanggapan dari mahsiswa perwakilan 3 kampus kemudian closing oleh moderator serta foto bersama seluruh narasumber dan audience.