REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Prof KH Didin Hafidhuddin menjelaskan empat kunci keberhasilan dakwah saat menjadi pembicara utama dalam Webinar Internasional bertema 'Dakwah dan Media Selama Pandemi Covid-19'. Webinar yang diselenggarakan Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor ini dihadiri para pembicara dari berbagai negara.
Prof Didin mengatakan, dalam melakukan kegiatan dakwah ada empat hal penting yang terkait satu dengan yang lainnya. Keempat hal ini akan menentukan apakah sebuah kegiatan dakwah berhasil ataukah tidak. Pertama adalah dai sebagai subjeknya atau pelaku dakwahnya.
"Maka pelakunya (dai) sangat menentukan karena harus memiliki berbagai macam pengetahuan, keterampilan, integritas dan akhlakul karimah, sebab dakwah yang paling efektif di zaman Rasulullah SAW adalah dakwah dengan akhlak," kata Prof Didin saat menjadi pembicara utama dalam Webinar Internasional UIKA, Kamis (3/9).
Ia menerangkan, bahkan para ahli sejarah mengatakan alasan Islam tersebar dengan begitu singkat ke berbagai belahan dunia karena ditentukan oleh dua hal. Pertama oleh Alquran sebagai kitab suci yang mengandung berbagai macam hal yang dibutuhkan dalam kehidupan. Alquran juga mengandung berbagai hal yang ditujukan untuk merespon berbagai macam keperluan manusia.
Kedua karena akhlak pembawa atau penyampai isi Alquran. Sebagaimana diketahui akhlak Rasulullah SAW dan akhlak para sahabat Nabi sebagai generasi pertama yang memeluk Islam itu disebut generasi terbaik. Maka berhasil dan tidaknya dakwah, faktor yang pertama tergantung kepada dai atau pelaku dakwahnya.
"Jadi kita dalam situasi apapun, termasuk (dalam situasi) dakwah online (maupun) bertatap muka secara langsung tetap faktor integritas dan akhlak (dai) ini menjadi faktor keberhasilan sebuah dakwah," ujarnya.
Cendekiawan Muslim ini menjelaskan, yang kedua adalah faktor materi dakwah. Artinya isi atau materi dakwah itu perlu diperhatikan. Konten yang disebarkan melalui media sosial dan media yang lainnya haruslah konten yang mencerahkan dan baik. Serta harus konten yang mempersatukan.
Prof Didin mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini mungkin konten yang disebarkan sebaiknya yang memberikan harapan dan optimisme untuk menghadapi masa depan. Di masa seperti sekarang ini jangan menyebarkan konten yang menyebabkan orang banyak menyesali keadaan karena situasi dan kondisi yang rumit. Sebab kehadiran virus corona ini seperti tidak pernah bisa dibayangkan kapan terjadinya, dampaknya dan berakhirnya.
"Maka konten-konten yang harus kita sebarkan dalam media dakwah yakni konten-konten yang memberikan harapan, optimisme, kepercayaan diri, memberikan kekuatan dan kepercayaan serta keyakinan kepada Allah SWT untuk terus berhadapan dengan situasi yang sangat berat," ujarnya.
Prof Didin melanjutkan, faktor yang ketiga adalah sasaran dakwah. Artinya pelaku dakwah tidak bisa berdakwah dengan satu konten, satu metode, dan satu materi. Pelaku dakwah harus bervariasi, karena sekarang ada istilah dakwah untuk kaum milenial. Kaum milenial itu kaum yang bersifat khusus, maka konten dakwah ini harus diperhatikan sebaik-baiknya untuk disesuaikan dengan kaum milenial.
Kepada saudara-saudara yang ada di Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam UIKA, Prof Didin berharap mereka dapat menyiapkan konten-konten dakwah yang relevan dengan perkembangan zaman, keadaan dan kondisi dari penerima dakwah. Supaya dakwah lebih hidup dan lebih membumi serta dapat dirasakan oleh kaum milenial.
Ia juga mengingatkan, ada catatan yang mengatakan di tahun 2024 akan terjadi lonjakan kelas menengah walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19. Karena mereka memiliki kemampuan yang bervariasi dalam kegiatan ekonomi. "Bayangkan kalau sampai 64 persen (penduduk kelas menengah) yang relatif sudah cukup di bidang ekonomi, tentu mereka juga memerlukan konten (dakwah) yang sesuai dengan keadaan mereka," jelasnya.
Faktor keberhasilan dakwah yang keempat, dijelaskan Prof Didin adalah metode dakwahnya. Seperti yang dikatakan Prof Mahmud Yunus seorang ahli tafsir Indonesia, dalam berdakwah dan proses mengajar, materi itu sangat penting tapi metode dan cara lebih penting daripada sekedar materi.
Oleh karena itu dalam kondisi sekarang ini harus tetap yakin ada metode yang bervariasi dan bisa dilakukan, terutama yang berkaitan dengan teknologi canggih. Contohnya sekarang menggelar Webinar dan dakwah secara daring yang lebih luas cakupannya.
"Dengan memanfaatkan teknologi, kajian tidak hanya dihadiri oleh puluhan orang, tapi bisa dihadiri oleh ribuan orang dari berbagai macam bidang, maka sekali lagi harapan kami kepada para dai dan calon dai serta mahasiswa-mahasiswi di Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam UIKA bisa memberikan kegiatan yang lebih memanfaatkan teknologi secara maksimal," jelas Prof Didin.
Prof Didin juga mengajak menjadikan masa pandemi Covid-19 ini sebagai sarana latihan untuk menjadi dai yang berwawasan, menguasai teknologi dan sains. Sehingga para dai bisa memanfaatkan konten dakwah dengan sebaik-baiknya.
Dekan Fakultas Agama Islam UIKA, Kholili Nawawi menyampaikan, dakwah adalah kewajiban setiap Muslim dengan sesuai kapasitasnya masing-masing. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW, sampaikanlah walau hanya satu ayat. Artinya walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini dakwah harus terus dilakukan sesuai kemampuannya masing-masing.
"Webinar internasional ini mudah-mudahan memberikan ilmu kepada kita semua dan kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan," kata Kholili.
Webinar Internasional bertema 'Dakwah dan Media Selama Pandemi Covid-19' ini sebelumnya dibuka oleh Rektor UIKA Bogor, Endin Mujahidin. Sementara pembicara Webinar dari luar negeri di antaranya Rosmawati Mohamat Rasit sebagai Ketua Pusat Riset Dakwah dan Kepemimpinan Fakultas Kajian Islam UKM Malaysia, Matussein bin Hj. Jumat sebagai Wakil Dekan Fakultas Usuluddin Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan, dan Ibrahim Abdulaev sebagai Wakil Rektor Bidang Pembangunan, Direktur Nusantara Center, Humanitarian Pedagogical College, Makhachkala, Dagestan, Russia.
Source: Republika Online