Delegasi Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Mohamad Mova Al’Afghani, SH, LL.M.Eur, PhD yang merupakan Dosen Fakultas Hukum UIKA Bogor Menjadi Narasumber pada kegiatan The 5th Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS). bersama 26 pembicara lainnya dari berbagai negara yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Nusa Dua Convention Center Bali , pada 5-7 Oktober 2022.
mengangkat tema “Constitutional Court and Conflict Resolution” Mova yang juga sebagai Konsultan Regulasi dan Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG), menyampaikan materi terkait Strenghs and Limitations Of Of The Contitutional Court's "Six Basic Priciples" As a Nomative Guidance in Resolving Water Conflics (Kekuatan dan Keterbatasan “Enam Asas” Mahkamah Konstitusi Sebagai Pedoman Normatif dalam Menyelesaikan Konflik Air).
Dalam paparannya Mova menyampaikan bahwa komersialisasi air harus dibatasi secara tegas dalam upaya menjaga dan menopang ketersediaan air bagi kehidupan bangsa.
Ia menyampaikan, sebagaimana amanat undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 setidaknya ada ada enam prinsip dasar yang harus diperhatikan dan juga disosialisasikan oleh Mahakmah Konstitusi kita diantaranya, Komersialisasi air tidak boleh menghalangi, mengesampingkan, atau bahkan meniadakan hak rakyat atas air, karena bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, harus sepenuhnya dikuasai oleh negara, harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu menurutnya, pengawasan dan penguasaan oleh negara terhadap air adalah mutlak, sesuai amanat pasal 28 I (4) UUD 1945 yang mengatur bahwa “Melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah".
Selain itu, jelasnya dalam pengelolaannya kita harus memperhatikan pelestarian lingkungan, karena sebagaimana hak asasi manusia Pasal 28H (1) UUD 1945, menyatakan “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Mova menegaskan, prioritas utama komersialisasi air hrusnya ada pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); Pemerintah dapat memberikan izin kepada badan usaha swasta untuk mengusahakan air berdasarkan persyaratan yang ketat" Jelasnya.
Lebih lanjut dosen Fakultas Hukum UIKA Bogor yang merupakan doktor hukum lingkungan Lulusan Universitas Dundee Skotlandia ini menjelaskan Implementasi 6 Prinsip Dasar dalam Kerangka Alokasi Hukum Air masih terdapat beberapa kekurangan diantaranya, kerangka hukum yang saat ini ada, tidak cukup luas untuk mengatasi sektor air, Keenam prinsip dasar hanya membahas alokasi, tetapi tidak membahas aspek lainya seperti pengendalian polusi, privatisasi dan komersialisasi layanan air dan kemungkinan konflik yang timbul darinya.
6 prinsip dasar tampaknya terbatas pada komersialisasi tetapi tidak pada tata kelola secara keseluruhan, diakhir pemaparanya, ia Memberikan 3 Rekomendasi diantaranya, 1. Interpretasi Teleologis untuk Mengaktifkan “Efisiensi” Sebagai Pendoman Nilai; 2.Perluas ruang lingkup prinsip (interpretasi ekstensif), dari komersialisasi hingga tata kelola dan; 3. Pemerintah harus menyiapkan kerangka realokasi berdasarkan prinsip kesetaraan dan kelestarian lingkungan. Kompensasi dapat berupa, Sistem irigasi/pemeliharaan irigasi yang lebih efisien, Pembangunan tampungan air bagi petani, Kompensasi berupa uang. Pungkasnya.
Simposium internasional ini diikuti perwakilan dari 10 negara, di antaranya Amerika Serikat, Australia, Belanda, dan Korea Selatan, Skotlandia, Kanada, Hungaria, India, Turki, dan Indonesia serta diikuti oleh sebanyak 300 peserta.