Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor sukses menggelar sosialisasi KKN (Kuliah Kerja Nyata) 2024 secara daring, Senin (3/5/2024).
Kegiatan ini diikuti oleh Kepala LPPM UIKA Bogor, Kepala Pusat Penelitian dan Inovasi, Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) para Staf dan para mahasiswa calon peserta KKN 2024.
Kepala LPPM UIKA Bogor, Prof. Dr Hj Immas Nurhayati, S.E., M.S.M., mengatakan KKN 2024 ini berbeda dengan KKN di tahun-tahun sebelumnya.
Kegiatan KKN yang akan dilaksanakan pada pertengahan Juli dan berakhir di akhir Agustus 2024 ini akan dilaksanakan secara offline dan berfokus di Kota dan Kabupaten Bogor saja.
“Di Kota Bogor berbeda dengan tahun lalu, kami menyebar mahasiswa ke 5 kecamatan, di tahun ini akan fokus pada 2 Kecamatan yaitu di Kecamatan Bogor Barat & Kecamatan Bogor Selatan,” kata Prof. Immas.
Kemudian di Kabupaten Bogor akan mengalokasikan mahasiswa ke beberapa kecamatan saja dari 40 Kecamatan yang ada, kita akan fokus untuk ber KKN di Cibungbulang, Ciomas, Gunung Putri, Cigudeg dan Leuwisadeng.
“Untuk bobot SKS (Satuan Kredit Semester) KKN tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya hanya 3 SKS, saat ini karena mengikuti kurikulum 2020 maka mahasiswa semester 6 akan memperoleh 6 SKS,” jelasnya.
Perubahan bobot SKS itu akan berkonsekuensi pada lamanya KKN. Kepala LPPM menyebut mahasiswa akan menjalani KKN selama 7 minggu.
Selain itu, Kepala Pusat Penelitian dan Inovasi, Prof. Dr. Lucky Hikmat Maulana, S.E., M.Si juga memaparkan terkait tema wajib yang diusung dalam KKN tahun ini.
“Sesuai arahan yang disampaikan LLDIKTI, ada 5 KPI (Key Performance Indicator), pertama Zero New Stunting. Ini bukan hal baru karena di KKN sebelumnya merupakan indikator,” jelas Prof. Lucky.
Kemudian, lanjut Prof Lucky, One Village One Product (OVOP) ini arahnya adalah bagaimana para peserta KKN bisa mengidentifikasi potensi yang ada di desa lalu dikemas menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing.
Selanjutnya, program inovasi. Program ini menurutnya bisa dikatakan sebagai tindak lanjut dari OVOP, terutama bagaimana memotret desa yang tidak memiliki potensi produk dan menggali potensi lain yang dapat dikembangkan untuk memajukan desa.
“Selanjutnya literasi. Literasi ini merupakan pengentasan buta huruf/aksara, arah akhirnya adalah bagaimana kita meningkatkan literasi dan minat baca yang tinggi,” paparnya.
“Terakhir pusat kesejahteraan sosial penanggulangan kemiskinan ekstrim, istilahnya desa tertinggal. Pada dasarnya ini hampir sama yaitu bagaimana di dalam satu desa terhadap keluarga yang kategori miskin ekstrem itu bisa diangkat, dientaskan sehingga terbebas dari kemiskinan,” tutupnya. (Humas/Ne2)