Imbas kecelakaan maut di Ciater, Subang, Jawa Barat, yang menimpa Bus SMK Lingga Kencana, Dinas Pendidikan (Disdik) di sejumlah daerah mulai membatasi kegiatan study tour atau program pembelajaran siswa langsung ke lapangan.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Dakwah UIKA Bogor, Dr. H. Dedi Supriadi, Drs., M.Si mengungkapkan ketidak setujuannya pada larangan study tour untuk para siswa/i sekolah.
“Saya kurang setuju kalau study tour dihilangkan, kecuali kalau kegiatan main-main yang berdalilkan study tour itu baru saya setuju kalau dilarang," katanya.
Kata study tour, lanjut Dr. Dedi, adalah sesuatu yang baik sebenarnya. Sebab dalam kegiatan tersebut para siswa bisa belajar sambil berwisata, dan tentunya harus ada output pendidikan yang jelas dalam setiap kegiatannya.
“Yang harus kurang tepat itu hanya jalan-jalan saja. Study Tour itu salah satu bagian pendidikan yang disebut pendidikan outdoor atau pendidikan di luar kelas,” tegasnya.
“Jadi, pemberi kebijakan itu jangan serta merta menghapus tanpa tidak memberikan solusi dan harus dikaji terlebih dahulu,” sambungnya.
Menurutnya, study tour merupakan studi banding para siswa/i agar tahu sejarah, budaya ataupun sejarah keagamaan.
Maka dari itu, Dr. Dedi memberikan tiga aspek penting kepada sekolah yang akan melaksanakan study tour.
“Pertama, panitia harus selektif, berdiskusi dengan orang tua murid apakah setuju atau tidak? Jika tidak, jangan dipaksakan dan diiming-imingi harus ikut, karena itu merupakan kegiatan yang disepakati bersama,” ujarnya.
Kedua, berikan anak modul untuk study tour, seperti buku atau pedoman sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dari study tour tersebut.
Ketiga, dari segi fisik kelayakan mobil bus, yakni Uji KIR atau serangkaian pemeriksaan, pengujian pada bagian-bagian kendaraan dalam memenuhi syarat teknis dan layak jalan.
“Jangan asal murah. Cari bus yang baik jangan cuma mencari keuntungan namun mengorbankan siswa,” paparnya.
“Tiga aspek ini penting untuk diperhatikan agar study tour dapat terlaksana dengan baik, agar apa yang diinginkan itu, merupakan keinginan bersama, sekolah, orang tua dan siswa,” tutupnya.
Dr. Dedi berharap agar masyarakat di luar sana tidak mencaci maki para guru akibat adanya kecelakaan bus maut yang baru saja terjadi, melainkan harus menjadi perhatian bersama agar menjadi pernaikan bagi semua.
“Guru itu sangat mulia, tanpa jasanya tidak akan ada kami, presiden, dokter dan profesi lainnya. Jangan mencaci guru tidak benar. Untuk para guru semua, hilangkan kesan-kesan masyarakat kepada guru yang mencari keuntungan lain dibalik kegiatan yang sekolah selenggarakan. Caranya, 3 aspek di atas harus dijalankan dengan baik,” tutupnya. (Humas/Ne2)