
Dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor menyelenggarakan kajian reflektif bertajuk “Negara Bangkit dan Runtuh: Pelajaran dari Ibn Khaldun” pada Jumat pagi, 8 Agustus 2025, bertempat di Masjid Ibn Khaldun, Kampus UIKA. Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, para dekan, ketua program studi, dosen, serta tenaga kependidikan UIKA Bogor.
Hadir sebagai narasumber utama, Dr. H. Abas Mansur Tamam, pakar tafsir Al-Qur’an dan hadis, yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI) di Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor. Dalam pemaparannya, Dr. Abas membedah pemikiran monumental Ibn Khaldun mengenai dinamika kehidupan sebuah negara, yang digambarkan sebagai siklus sejarah yang tidak bisa dihindari.
Menurut Ibn Khaldun, negara adalah entitas sosial yang memiliki umur layaknya manusia—lahir, tumbuh, berkembang, menua, dan bisa runtuh. Ia memetakan lima fase utama yang dilalui sebuah negara: dimulai dari fase penaklukan yang didorong oleh kekuatan solidaritas sosial (ashabiyyah), dilanjutkan dengan fase pemusatan kekuasaan, fase kemewahan dan kenyamanan, fase kepasifan dan ketergantungan, hingga fase pemborosan dan dekadensi yang menjadi titik keruntuhan. Fase terakhir ini ditandai dengan perilaku hedonis, kepemimpinan yang jauh dari rakyat, dan kebijakan yang hanya berorientasi pada kepentingan sesaat.
Dr. Abas menegaskan bahwa ketika suatu negara memasuki fase kelima, ia akan mengalami al-maradh al-muzmin (penyakit kronis negara)—yakni kondisi melemahnya daya hidup, hilangnya solidaritas, dan rapuhnya fondasi negara secara struktural maupun spiritual. Ibn Khaldun menyebut bahwa umur rata-rata negara hanya bertahan dalam tiga generasi: generasi pendiri, generasi penikmat, dan generasi perusak. Namun, negara tetap memiliki peluang untuk bangkit jika melakukan tajdid (reformasi) secara menyeluruh, mulai dari orientasi nilai, kepemimpinan, hingga visi bernegara yang berbasis pada solidaritas dan etos perjuangan.
Menurut Kepala Unit Humas dan Promosi UIKA Bogor, Nurdin Al Azies, M.Sos., kegiatan ini bukan sekadar agenda pengajian atau agenda akademik semata, melainkan ruang reflektif untuk menanamkan kembali nilai-nilai kebangsaan dalam bingkai keislaman yang berakar pada warisan intelektual Islam klasik. “Semangat kemerdekaan bukan hanya tentang mengenang perjuangan, tapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa kita adalah bagian dari proses sejarah yang sedang berlangsung. Dan sejarah itu akan berpihak pada bangsa yang mampu belajar dan memperbaharui diri,” ujarnya.
Suasana kegiatan berlangsung dengan khidmat dan penuh perhatian. Masjid Ibn Khaldun menjadi ruang kontemplatif yang mempertemukan nalar akademik dan kesadaran spiritual sivitas akademika UIKA. Melalui kajian ini, UIKA Bogor menunjukkan komitmennya untuk merawat semangat kemerdekaan bukan sekadar dengan seremoni, tetapi dengan ilmu, nilai, dan kesadaran kolektif yang hidup.