
Bogor, 5 Agustus 2025 — Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor kembali menegaskan eksistensinya di kancah akademik internasional melalui pelaksanaan 4th Economics and Business Conference (EBICON) yang sukses digelar di Auditorium Prof. Abdullah Siddiq. Mengusung tema “Rethinking Global Trade and Economic Integration in The Digital Age”, konferensi ini menjadi wadah pertukaran gagasan lintas negara tentang masa depan perdagangan global, transformasi digital, dan integrasi ekonomi kawasan.
Dihadiri lebih dari 100 peserta dari kalangan dosen, peneliti, mahasiswa, hingga pejabat pemerintahan, EBICON 2025 menghadirkan sejumlah pemateri terkemuka, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Di antaranya Drs. Hanafi, M.Si. (Asisten Daerah II Kota Bogor), Prof. Dr. H. E. Mujahidin, M.Si. (Rektor UIKA Bogor), Dr. M. Azis Firdaus, S.E., M.M., Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D. (Staf Komunikasi Kepresidenan RI), Arif Abdullah Sagran, M.Si. (Wakil Rektor Universidade Dili - Timor Leste), Galvin Chia (Principal Economist, Dewan Pengembangan Perdagangan Hong Kong), serta Abdul Muta’ali, Ph.D. (Atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di Kairo). Acara dipandu oleh M. Jibril Avessina, M.I.P., M.M., Wakil Dekan FEB UIKA.
Dalam sambutannya, Rektor UIKA Prof. Dr. H. E. Mujahidin menekankan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan adalah fondasi utama kemajuan bangsa. “Kami berharap bahwa dari seminar ini dihasilkan pemikiran-pemikiran yang bisa dikembangkan dalam pengembangan ekonomi. Karena bagi kita, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang harus dikembangkan,” ujarnya.
Drs. Hanafi, M.Si. menambahkan pentingnya kolaborasi antara institusi pendidikan dan pemerintah daerah. “Pemerintah Kota Bogor sangat mengapresiasi UIKA. Kegiatan seperti ini menjadi bahan pemikiran penting untuk mendukung kebijakan berbasis pengetahuan demi peningkatan ekonomi,” jelasnya.
Sorotan utama disampaikan oleh Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D., yang memaparkan outlook ekonomi Indonesia di tengah ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif global. Ia mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 diproyeksi hanya 4,8%, di bawah target pemerintah. “Ancaman tarif dagang, lemahnya nilai tukar, dan kompetisi FDI dari Vietnam dan Thailand menjadi tantangan serius. Kita butuh strategi diversifikasi dan penguatan kerja sama kawasan,” jelasnya berdasarkan paparan dari Market Outlook 2025.
Sementara itu, Galvin Chia, ekonom utama dari Hong Kong Trade Development Council (HKTDC), menyoroti peluang besar di sektor perdagangan digital. “ASEAN adalah kawasan dengan potensi e-commerce tertinggi setelah Tiongkok. Dalam 2 tahun ke depan, lebih dari 70% perusahaan Hong Kong menargetkan pasar ASEAN, terutama Indonesia,” ungkapnya. Ia juga menyoroti bahwa konsumen Indonesia menganggap produk Hong Kong lebih murah, kreatif, dan berkualitas tinggi, terutama di kategori elektronik dan kosmetik
Arif Abdullah Sagran, Wakil Rektor dari Universidade Dili Timor Leste, membagikan perspektif kawasan kecil dalam menghadapi integrasi regional. “Timor Leste melihat integrasi ASEAN bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Akses ke pasar ASEAN senilai $3,2 triliun akan membuka peluang besar bagi ekspor kami, terutama kopi dan pariwisata,” jelasnya. Namun ia menekankan tantangan nyata seperti infrastruktur yang belum memadai dan ketergantungan pada minyak yang masih tinggi. “Kami percaya bahwa kerja sama dan pertukaran keilmuan seperti di UIKA ini penting untuk mempercepat kesiapan kami bergabung dengan komunitas regional,” tutupnya
Seminar ini juga dirangkai dengan sesi Call for Papers internasional, di mana para dosen dan peneliti mempresentasikan hasil kajiannya di depan audiens akademik internasional. Sesi diskusi berjalan interaktif dan produktif, mengangkat isu-isu aktual seputar digitalisasi ekonomi, perubahan arah kebijakan perdagangan, dan ketahanan ekonomi kawasan.
Kegiatan EBICON 2025 ini memperkuat posisi UIKA Bogor sebagai institusi pendidikan tinggi Islam yang mampu menjembatani gagasan antara lokal dan global. Konferensi ini tidak hanya menyajikan teori, tetapi juga membuka jalan nyata untuk kolaborasi internasional, diplomasi pendidikan, dan penguatan kapabilitas riset di era ekonomi digital.